Paru-Paru Dunia Sedang Sakit, Jangan Paru-Paru Kita

OKI-LiputanSumSel.Com
Indonesia sedang berduka. Setelah kehilangan Bapak Bangsa Prof. Dr. Ing. H. BJ Habibie pada 11 September 2019 lalu, Duka itu belum berakhir. Indonesia yang selama ini dikenal sebagai paru-paru dunia justru sedang sakit akibat kebakaran hutan kebun dan lahan (Karhutbunlah)
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menetapkan enam provinsi darurat Karhutlah, yaitu Sumatera Selatan, Riau, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.

Besarnya dampak dari kebakaran ini tidak hanya karena luasnya areal terbakar, juga karena lahan yang terbakar adalah gambut.
Melansir dari (Konsorsium Central Kalimantan Project, 2008:5), Gambut adalah areal yang tersusun dari bahan-bahan organik seperti, dedaunan, cabang-cabang, akar-akar tumbuhan yang terakumulasi dalam kondisi lingkungan yang tergenang air, sedikit oksigen dan keasaaman yang tinggi, serta terbentuk di suatu lokasi dalam jangka waktu geologis yang lama. Lalu lahan gambut itu tersusun berlapis-lapis mencapai ketebalan lebih dari 50 cm.

Secara umum lahan gambut adalah lahan pertanian yang sangat miskin hara. Walaupun sangat miskin hara, ekosistem gambut sangat penting secara ekologis. Lahan gambut dinilai sebagai habitat lahan basah yang mampu menyerap dan menyimpan karbon dalam jumlah yang cukup besar, sehinggan dapat mencegah larinya gas rumah kaca ke atmosfer bumi yang dapat berdampak pada perubahan iklim (Najiyati dkk, 2005:5) lalu bagaimana jika gambut itu sendiri yang terbakar? Dampaknya tentu sangat berbahaya.

Organisasi lingkungan WWF menjelaskan dalam kondisi alami lahan gambut sebenarnya tidak mudah terbakar karena sifatnya yang menyerupai spons yang dapat menyerap air secara maksimal. Sementara ketika musim kering terjadi gambut akan mengering dan berisiko untuk mudah terbakar. Karena komposisi dari lahan gambut terdiri dari dedaunan, cabang, akar tumbuhan, kemudian sedikit oksigen dan keasaman yang tinggi serta menyimpan karbon dalam jumlah yang cukup besar hal inilah yang menyebabkan lahan gambut mudah terbakar dan apinya cepat menjalar dan sangat sulit dipadamkan.

Kebakaran dilahan gambut itu sangat sulit dipadamkan, meski api sudah dipadamkan dan kelihatannya hanya tinggal asap-asap saja yang terlihat dipermukaan namun sebenarnya api itu tidak benar-benar padam. Karena dibawah permukaan itu masih terbakar, karbon yang berada dibawah permukaan itulah yang menyebabkan api masih tetap menyala dan bisa saja karena hal tersebut api akan kembali menyala ke permukaan dan kembali terjadi kebakaran.

Pemicul lain Kebakaran Hutan dan lahan diantaranya cuaca ekstrim El Nino (Angin Panas). El Nino adalah fenomena memanasnya suhu muka laut di Samudra Pasifik bagian tengah hingga timur. El Nino memiliki dampak beragam dalam lingkup skala global, jika di beberapa negara di kawasan Amerika latin seperti Peru, saat terjadi El Nino akan berdampak pada meningkatnya curah hujan di wilayah tersebut. Sedangkan di Indonesia justru sebaliknya. Secara umum dampak El Nino adalah kondisi kering dan berkurangnya curah hujan.

Kabut asap yang berasal dari kebakaran hutan dan lahan mengandung material yang berdampak negatif bagi kesehatan seperti iritasi mata, iritasi kulit, Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA) dan lainnya. Guna mengurangi besarnya dampak negatif dari kabut asap terhadap kesehatan, berikut beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk upaya pencegahan diantaranya, upayakan untuk tetap berada didalam rumah, gunakan masker bila harus keluar rumah, minum air putih yang banyak, istirahat yang cukup, lindungi air minum dan makanan dari paparan asap, hindari aktifitas fisik yang terlalu berat, terapkan perilaku hidup bersih dan sehat, terakhir segera ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan bila ada keluhan dan sering-seringlah berkonsultasi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

*Penulis adalah Shelina Andisa Putri Tobroni
Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.